
Sejumlah pejabat tinggi di kabinet Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, secara mendadak mengundurkan diri pada Rabu (4/12). Langkah drastis ini menyusul kontroversi deklarasi darurat militer yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon, namun kemudian dicabut hanya dalam waktu enam jam akibat tekanan dari parlemen atau Majelis Nasional.
Pejabat yang mundur termasuk Kepala Staf Kepresidenan Chung Jin-suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won-sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae-yoon, dan tujuh ajudan senior lainnya. Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, yang disebut sebagai inisiator utama penerapan darurat militer, telah lebih dulu mengundurkan diri.
Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa malam (3/12), mengklaim adanya ancaman serius dari “kekuatan anti-negara” yang berupaya melumpuhkan pemerintahan melalui mosi tidak percaya dan pemangkasan anggaran. Namun, keputusan kontroversial ini memicu gelombang kritik dari berbagai pihak, termasuk Majelis Nasional yang mayoritas dikuasai oposisi.
Parlemen dengan suara bulat meloloskan resolusi pencabutan darurat militer pada Rabu pagi. Selain itu, enam partai oposisi, termasuk Partai Demokrat, mengajukan usulan pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Rencananya, usulan pemakzulan ini akan dibahas dalam sidang pleno parlemen pada Kamis, dengan kemungkinan pemungutan suara pada akhir pekan.
Darurat militer yang singkat ini mengejutkan publik Korea Selatan dan memunculkan kembali trauma sejarah. Terakhir kali darurat militer diterapkan pada tahun 1980 saat terjadi pemberontakan pro-demokrasi. Sejak transisi menuju demokrasi pada akhir 1980-an, situasi serupa belum pernah terjadi lagi.
Krisis politik ini semakin mempersulit situasi pemerintahan Yoon dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai stabilitas politik di Korea Selatan. | yok.